Minggu, 31 Maret 2019

JEMARI PENA ANAK KECIL



Tuhan
Malam ini Aku mau bercerita
Tadi Mama mencubit pinggangku sampai biru
Sakit
Lantaran aku tidak mau solat ke mesjid
Dan belum tanda huruf Ba, Ta, Tsa
Aku sering lupa, Tuhan.
Karena hurufnya  mirip-mirip

MASIH MERANGKUL WAKTU


“ Tersimpan makna di satu bulir derai air mata, waktu itu ”
Kabar petang itu mengundang bulir-bulir itu untuk mengalir ria
Mengalir membasahi sayap. Asa pun masihlah angan yang berjajar rapi di benak.
Masuk di perguruan tinggi negri impian
Tembok keraguan yang dibangun luluh lantak diterpa kabar petang itu
Sayap yang menunggu di pojok impian , berterbang menjulang ke asa,
sedang sayap yang basah tetaplah basah, mencoba mengeringkan
Namun hanya sebagian yang biasa. Selebihnya?
Entahlah…
Tersimpan satu bulir air mata dalam hati.
Pasti bisa!






Diterbitkan di Koran Waspada
Medan, 8 Maret 2015


BERSAMAMU, AKU LEBIH BAHAGIA


Masih teringat jelas di ingatan
Tentang peluh yang melepuh
Seusai subuh bubar membakar tubuh
Menggarap sawah yang bukan milikmu
Mencari sesuap nasi untuk anak istrimu
Yah, sekarangaku sudah dewasa
Ajarkan aku merangkul semua masalah
Do’akan aku Yah, anakmu
Semoga esok petang
Aku bisa membalas semua pengorbananmu
Dengan menjaga hari tuamu





Diterbitkan oleh koran Waspada
Medan, 21 September 2014

KUPU-KUPU MENJADI MALAM



Kau cantik dan menggelitik
Tapi, kau tukarkan itu dengan duit
Demi sesuap nasi yang seiprit
Untuk Nafsu anjing-anjing belang
Kupu-kupu menjadi malam
Masa depanmu menjadi suram







Diterbitkan oleh koran Waspada
Deli serdang, 27 oktober 2013

JEMARI HATI

Awal tahun mengusik hati
Bencana berat berkompetisi
Meluas menghancurkan ilalang bumi
Hati meronta
Apa yang terjadi?

Merahnya  tanah berguguran dari julangan tebing
Menyosor  menerpa rumah-rumah penuh hina
Hilang ludes semua
Nyawa terbata-bata
Kilat pekatpun  menyambar

Apalagi yang akan terjadi?
Di tahun yang tua ini
Kita hanya mampu
Menanti hari-hari misteri



Diterbitkan oleh koran Waspada
Deli Serdang, 15 Januari 2012

Senin, 11 Desember 2017

KARDUS




Namaku Kardus. Umurku sekarang menapaki 6 tahun, kata Ibu.
Aku tinggal dengan Ayah dan Ibu di lingkungan kumuh, padat penghuni tepat di bawah kolong itu, iya jembatan.
Kalau hujan, maka banjirlah. Kalau banjir maka pindah lah.
Mainanku kaleng dan sampah. Aku bermain di tempat pembuangan akhir.
Sekaligus, Ayah dan Ibu biasa bekerja di sana. Mengais sampah yang masih berguna.
Karena itu, aku tidak memiliki teman. Mereka tidak mau bermain denganku
Kata mereka “Badanmu bau, kayak sampah!”
Lalu aku mendekatkann lenganku ke hidung, lalu ku endus, ternyata benar.
Kemudian mereka pergi.

Selasa, 16 Agustus 2016

JEMARI HATIKU


“Allahuakbar…. Allahuakbar.”Muazin itu mengalunkan ayat-ayat-Nya untuk membangunkan dan memangil umat Islam agar bangun dari tidur malam, lalu menunaikan shalat subuh. Alunan itu berasal dari toa yang dipasang diatas masjid Al-Iman. Masjid itu berada dekat  sekali dengan rumah I’al. I’al adalah putra dari pasangan Rehan Danu dan Sukma Witri.  I’al telah lama ditinggal pergi  oleh ayahnya, sejak I’al berusia baru dua tahun. Kini I’al  tinggal bersama dengan bunda  Sukma. Pagi itu  rumah I’al memang sangatlah dingin, mengapa tidak? Hujan mengguyur  bumi malam itu.
“Tok-tok-tok, I’al bangun nak, shalat subuh dulu!” kata-kata itu berasal dari bibir seorang bunda.
“Ih…iya iya bun” mendadak berubah arah, yang awalnya tidur mengarah ke pintu kini berubah membelakangi pintu dan menarik selimut panjang dari ujung kaki sampai ujung rambut hingga tertutup.